Hallo, Happymoms!
Apa kabar? Sehat-sehat semuanya, ya? Meski akhir-akhir ini pemberitaan tentang Covid-19 masih ada, tapi kondisinya tidak segawat pada kali pertama pandemi melanda Indonesia, ya. Tentu Mommies masih ingat, betapa mencekamnya kondisi saat itu. Korban jiwa berjatuhan, lockdown diberlakukan di seluruh Indonesia, dan aktivitas kita nyaris terhenti semuanya.
Di saat semua orang menghindari bertemu orang lain, apalagi berinteraksi langsung, justru ada sebagian orang yang merelakan dirinya untuk menangani langsung para korban Covid-19. Mereka adalah para medis dan tim pemulasaraan jenasah. Mereka tak hanya memenuhi panggilan kemanusiaan tapi juga kewajiban sebagai seorang muslim.
Prolog
Inilah kisah Bang Nunu, salah satu relawan di tim pemulasaraan jenasah korban Covid-19 di sebuah Rumah Sakit di Jawa Tengah. Kisah berseri ini saya buat pada waktu awal tahun 2020, di platform Facebook. Saya tulis berdasarkan pengalaman dan cerita Bang Nunu dari setiap tugas yang dilaksanakannya.
Saya ingin mengunggahnya kembali di blog ini agar mudah ditemukan di kemudian hari. Menjadi pengingat bagi penulis dan pembaca tentang masa pandemi yang mengubah hidup banyak orang. Menjadi pelajaran bagi anak cucu para relawan agar kelak bisa meneladani apa yang telah dilakukan oleh sang ayah.
Sedianya saya akan menulis ulang beberapa seri dari kisah ini menjadi kisah yang lebih panjang. Tapi saya kemudian berfikir, setiap kata dan kalimat yang saya tulis saat itu mewakili apa yang saya rasakan. Maka saya ingin rasa itu tetap sama sehingga pembaca mampu merasakannya juga. Maka saya akan menggunggahnya dalam beberapa bagian postingan, dan dalam satu postingan terdiri dari 2-3 seri.
Semoga bukan hanya sekedar kisah yang bisa saya bagikan di sini, ya, Moms. Tapi juga ada hikmah yang bisa diambil dibalik setiap kisahnya. Selamat membaca.
***
Melepasmu Berjuang (Seri 1)
Selepas salat Zuhur, Bang Nunu bergegas memakai celana dan kaos panjang.
"Mau pergi, Bang?" tanyaku penasaran. Setahuku hari ini dia tidak ada janji keluar.
"Iya. Ada panggilan darurat dari rumah sakit. Baru saja ada pasien yang meninggal," jelasnya sambil memasukkan baju ganti dan peralatan mandi ke dalam tas.
"Innalillahi wa inna illaihi roojiuun." Hatiku was-was seketika. Tak bisa kutepis khawatir yang datang menyergap. Kupastikan lagi, apakah dia akan ikut menguburkan jenasah itu. Dan Bang Nunu mengiyakan.
"Insya Allah gak papa, Neng. Kan pakai perlindungan lengkap." Dia berusaha untuk menenangkanku.
Sebenarnya sejak awal Bang Nunu ikut pelatihan, aku sudah tahu. Dia banyak cerita tentang prosedur pemakaian APD (Alat Pelindung Diri), prosedur pengurusan jenasah, juga kenapa pihak rumah sakit merekrut para relawan. Karena perkiraan pasien akibat wabah ini masih akan terus bertambah. Demikian juga kemungkinan pasien meninggal dunia.
Aku terus memperhatikan Bang Nunu bersiap untuk berangkat. Hatiku sedikit geram saat mengingat orang-orang yang sudah kembali bertebaran di jalanan, mall, dan pasar sejak berita tentang kesembuhan pasien beredar luas. Padahal Bang Nunu melihat sendiri, saat pelatihan kemarin, pasien yang masuk ruang isolasi terus berdatangan.
"Abang berangkat dulu ya, Neng," pamit Bang Nunu
"Hati-hati ya, Bang." Aku terus merapal doa saat melepas keberangkatan Bang Nunu.
Ya, Allah... lindungilah suami hamba. Lindungilah para relawan dan petugas yang mengurus para jenasah itu. Jauhkan mereka dari virus pembawa wabah ini.
***
Please, stay at home! Stay safe and healthy everyone.
#bangnunuseri1 #sepenggalkisahsaatwabah
***
Sapa Cinta (Seri 2)
Satu wajah yang tak asing di masa lalu, muncul di layar handphone. Sebuah videocall masuk. Bergegas aku meraihnya.
"Assalamu'alaikum," bahagia aku menyapanya.
"Wa'alaikumussalam warrohmatullah. Apa kabar, Neng?" sahut seseorang di seberang. Wajahnya tak kalah sumringah.
"Alhamdulillah, baik, Teh. Teteh sekeluarga bagaimana?" Sungguh aku tak menyangka Teh Ida menelepon dengan tiba-tiba. Penasaran dengan maksud tujuannya.
"Baik, Neng. Gimana nih, Bang Nunu sibuk apa sekarang? Les-lesan libur semua kan?" tanyanya to the point.
"Iya, Teh, libur semua. Tapi ini lagi sibuk wira-wiri ke rumah sakit ... "
"Lho, lagi sakit apa?" tukasnya cepat. Ada nada khawatir dalam pertanyaannya.
"Alhamdulillah, gak sakit. Tapi lagi jadi relawan pemulasaran jenazah korban wabah, Teh," terangku.
"Masya Allah..., semoga selalu sehat, dalam lindungan Allah ya, Neng."
"Aamiiin."
"Emang yang meninggal masih banyak ya, Neng?", nada tanyanya sendu.
Kusampaikan bahwa hampir setiap hari ada korban meninggal dunia, bahkan sempat ada 3 korban dalam satu hari. Meski sudah sepi pemberitaan, justru korban semakin banyak berjatuhan. Satu meninggal, 2-3 orang masuk ruang isolasi. Entah kapan kondisi ini akan berakhir.
"Innalillahi, harus tetap maksimalkan ikhtiyar ya, Neng. Tetap #dirumahaja. Tahan diri dari jalan-jalan, jaga makan dan kesehatan."
"Betul, Teh. Semoga masyarakat tetap nurut, manut sama anjuran pemerintah."
"Tapi keluarga masih amankan?" Teh Ida menyelidik.
" Alhamdulillah, semua masih aman Teh, aman terkendali, Insya Allah," sambil tertawa ku jawab pertanyaannya. Aku tahu maksudnya ke mana.
"Baiklah... Salam untuk anak-anak ya. Tetap jaga kesehatan. Assalamu'alaikum.
"Insya Allah, wa'alaikumussalam warrohmatullah." Teh Ida mengakhiri videocall. Aku masih bertanya-tanya apa maksud sebenarnya dia menelepon. Hanya untuk menanyakan kabar, berbagi doa dan semangat?
Apapun itu, menatap teduh wajah dan tulus senyumnya sudah cukup membuatku tentang dan bahagia. Ternyata, masih banyak saudara di luar sana, yang meski tak tampak di depan mata, namun terus tanpa putus memanjatkan doa tulusnya.
------
Jazakillah khairan katsiro, atas telfonnya, Mbak. Jadi tombo kangen 😁
#bangnunuseri2# sepenggalkisahsaatwabah
***
Ketemu Presiden (Seri 3)
"Duuh, rapi amat... kek mau ketemu pejabat aja," godaku sambil memperhatikan Bang Nunu bersiap.
Sudah dua hari ini tidak ada panggilan darurat, hanya saja dia masih sering keluar untuk urusan terkait dengan tim relawan.
"Iya, dong! Abangmu ini mau ketemu pak presiden."
"Ih, bohong banget." Jelas aku gak percaya.
"Serius. Kemarin abis ketemu pak ketua dewan juga," tukasnya dengan mimik muka tanpa canda.
"Serius, Bang? Ketemu? teleconference gitu?" aku makin penasaran.
"Iya, lah... jaman canggih gini kan tinggal klik langsung bisa ngobrol deh."
Aku menahannya saat dia hendak beranjak melangkah keluar rumah,
"Bentar...bentar..., ini maksudnya pak ketua dewan dan pak presiden mana?" selidikku penuh curiga.
"Pak Dewan dan Presiden negeri di atas awan, hahahahaha...." Tawanya meledak sambil secepat mungkin menghindar dariku, karena dia tahu pasti akan ada cubitan geram mendarat di pinggangnya.
Semoga keikhlasan dan ketulusan tetap terjaga di hatimu ya, Bang. Masih terngiang jelas saat kau mengatakan, jika kita tak sanggup membantu dengan harta atau uang yang banyak, maka kita tetap bisa membantu dengan tenaga, waktu dan pikiran kita. Apapun yang kita punya, yang penting kita tetap bisa berguna.
Ya, setiap kita mampu berperan, sekecil apa pun itu, asalkan kita mau.
"خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad).
#bangnunuseri3 #sepenggalkisahsaatwabah #dirumahaja
***
Tunggu kelanjutan kisahnya di Serial Bang Nunu bagian ke-2, Moms. See you!
Bang Nunu ni suami mbak Iis kah? MaasyaAllah the real HERO. Dan keluarga yang mensupportnya juga keluarga SUPER. Semoga Allah selalu melindungi keluarga Bang Nunu dan kisahnya menjadi ibroh bagi yang membacanya. Jujur kita hari ini kayak sudah lupa dengan ujian Allah mas pandemi itu mbak. Padahal itu nyata. Harusnya mental dan do'a kita sekuat saat itu ya
ReplyDeleteHayo, ini tokohnya beneran atau fiktif, hehehe... Betul mbak. Keknya udah tersibukkan lagi dengan aktifitas dunia lagi ya...
DeleteReminder banget masa-masa itu ya mb. Beneran was-was sama kesehatan keluarga. Mana saya dan suami pun pernah kena gejalanya. Nyuesek pol. Yang harusnya menghindari, ini malah berkecimpung di dalamnya. Insyaallah jadi amal dan pengalaman luar biasa.
ReplyDeleteSaat itu jadi berasa deket banget sama Allah ya, Mbak. Berdoa sepanjang waktu.
DeleteBang Nunu hebat benar-benar pahlawan, yang tak kalah hebat keluarganya yang dengan kuat hati ikhlas melepas bang Nunu bertugas. Pasti tidak mudah menjadi keluarga relawan ketika pandemi waktu itu. Saya dan suami yang waktu itu wfh saja sering was was mau keluar rumah..
ReplyDeleteKeluarga hanya bisa mendukung dan berdoa ya, Mbak.
Delete